Laman


ShoutMix chat widget

Sabtu, 09 Juli 2011

Pak Presiden Menyanyi

Peluncuran buku terbaru Yapi Tambayong a.k.a Remy Silado berjudul Pak Presiden Menyanyi. Pic: MI/Ramdhani
Ada pepatah Latin berbunyi de gustibus non est disputandum. Artinya soal selera tidak bisa diperdebatkan. Persoalannya apakah selera semata-mata soal emosi?

SELERA, bagaimanapun juga, menyangkut cita rasa akan keindahan. Ketika bicara keindahan, orang sulit lepas dari kategori seni, estetika.
Yapi Tambayong yang lebih dikenal dengan nama Remy Sylado menempatkan soal cita rasa keindahan tidak sebatas resepsi emotif belaka pada buku Pak Presiden Menyanyi: Esai tentang Karya Musik dan Puisi SBY (KPG, 2011).
Dia menembus pada lapis pertanggungjawaban ilmiah yang bersandar pada ‘kerangka widya musikologi menyangkut artes liberales’ (hlm 31).
Yapi mengambil posisi kritis terhadap karya-karya musik dan puisi Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan kritik terhadap karya-karya tersebut. Bagi Yapi, kritik adalah ‘suatu diskursus atau karya tulis analisis yang dilengkapi komparasi luas atas pengetahuan musik meliputi sejarah dan sosiologinya’ (hlm 31) yang tidak melulu ‘melihat kekurangan’ (hlm 32), tetapi memperhitungkan juga ‘kelebihan di dalam kekurangan’ (hlm 32).
Yapi meyakini hakikat kritik tidak semata-mata penyampaian penilaian objektif dan benar. Namun, yang tak kalah penting adalah apakah penyampaian penilaian objektif dan benar itu ‘bermanfaat bagi umum, khalayak, masyarakat, rakyat’ (hlm 108).
Kesadaran demikian melatari Yapi melihat dan kritis menilai karya musik SBY yang terdiri atas empat album, yakni Rinduku Padamu, Majulah Negeriku, Evolusi dan Kuyakin Sampai di Sana. Juga puisi SBY yang terdiri atas dua buku, Taman Kehidupan dan Membasuh Hati.
Cakupan analisis Yapi atas karya-karya musik dan puisi SBY disusun dalam enam bab (hlm 1-225) plus satu bab tanggapan (hlm 227-243) dari para tujuh cendekiawan, yaitu Ben M Pasaribu, Franki Raden, Eddy Soetriyono, Jakob Sumardjo, Rahayu Supanggah, Perry Rumengan, dan Tan De Seng.

Musik SBY
Terhadap karya-karya musik SBY, Yapi menyelidik dari materi karya, lekuk liku proses kreatif, sampai pengaruh kesenimanan SBY dalam berpolitik juga pengaruh politik dalam kesenimanan SBY.
Materi karya menyangkut keberagaman genus musik–misalnya Rinduku Padamu yang dinyanyikan lewat tiga versi yang berbeda. Tuti Maryati menyanyikannya dalam versi keroncong, Tantowi Yahya menyanyikan versi country, dan Cici Paramida menyanyikan versi dangdut.
Widya musikologi Yapi semakin tampak ketika ia menyigi lagu Gotong Royong Mbangun Negoro yang dinyanyikan secara keroncong oleh Sundari Sukoco. Lagu berbahasa Jawa itu dikatakan Yapi tidak menjadi jaminan bahwa lagu tersebut memang lagu Jawa. Gotong Royong Mbangun Negoro tidak menggunakan titi laras slendro atau pelog sebagaimana lazimnya lagu Jawa (hlm 39).
Reminiscenza Dari sudut lekuk liku proses kreatif, Yapi meyakini proses kreatif penciptaan lagu pop SBY dilakoni dengan ‘membuat forma melodi dengan akord terlebih dahulu, lantas setelah itu dibuat liriknya’ (hlm 37). Yapi mengistilahkan metode kreasi demikian sebagai ‘poetikalisasi musik’ (hlm 47).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh komentar,,,dilarang spam..

Pak Presiden Menyanyi | Info Indie